Selasa, 21 Oktober 2014

TITIK LEMAH TEMPERATURE PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGANGGARAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH



Barang Milik Negara (BMN)  yang adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Sesuai pasal 48 ayat (2) dan penjelasan atas pasal 49 ayat (6) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, ruang lingkup pengaturan pengelolaan BMN dalam Peraturan Pemerintah meliputi dimulai dari : (1) perencanaan kebutuhan dan penganggaran, (2) pengadaan, (3) penggunaan, (4) pemanfaatan, (5) pengamanan dan pemeliharaan, (6) penilaian, (7) penghapusan, (8) pemindahtanganan, (9) penatausahaan, (10) pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Rumusan tersebut merupakan siklus minimal atas seluruh mata rantai siklus pengelolaan barang milik/kekayaaan negara (asset management cycle). Dari sini dapat kita lihat bahwa perencanaan kebutuhan  dan penganganggaran BMN merupakan proses paling awal dalam pengelolaan BMN sehingga jika proses awal ini dilaksanakan dengan baik maka kegiatan Pengelolaan pada siklus-siklus yang selanjutnya dapat berjalan dengan baik pula. Perencanaan Kebutuhan BMN adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan BMN untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang. Dalam rangka perencanaan kebutuhan dan penganggaran ini maka di tetapkanlah Peraturan Menteri Keuangan (PMK)  No. 150/PMK.06/2014 sebagai pengganti PMK No. 226/PMK.06/2011 sebagai dasar dalam melaksanakan perencanaan kebutuhan atas Barang Milik Negara.
Dalam pelaksanaan aturan ditemui beberapa celah yang akhirnya mengakibatkan kurang optimalnya proses perencanaan kebutuhan dan penganggaran sehingga muncul perencanaan kebutuhan BMN yang tidak matang atau bahkan ada BMN yang akhirnya tidak dipergunakan sebagaimana mestinya atau bahkan tidak digunakan. Perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah disusun dalam rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah setelah memperhatikan ketersediaan barang milik negara/daerah yang ada dan berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan dan standar harga yang ditetapkan pengelola barang setelah berkoordinasi dengan instansi atau dinas teknis terkait. Adapun beberapa hal yang harus dipertimbangkan adalah sebagai berikut :
Ø   Sesuai dengan PMK No. 150/PMK.06/2014 Menteri keuangan diberi wewenang untuk menjadi Pengelola Barang yang berwenang untuk menelaah (Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara) RKBMN; menandatangani Hasil Penelaahan RKBMN; menyampaikan Hasil Penelaahan RKBMN kepada Pengguna Barang; memproses atau tidak memproses Usulan Perubahan Hasil Penelaahan RKBMN; menandatangani Perubahan Hasil Penelaahan RKBMN; dan menyampaikan Perubahan Hasil Penelaahan RKBMN kepada Pengguna Barang. Kewenangan ini selanjutnya dkuasakan kepada Direktur Jenderal dalam hal ini Direktur Jenderal Anggaran. Disini dapat kita lihat bahwa kewenangan untuk menelaah dan memberikan persetujuan atas suatu rencana kebutuhan BMN adalah Direktorat Jenderal Anggaran, meskipun Direkorat Jenderal Anggaran sendiri belum tentu tahu bagaimana keadan / kondisi / Posisi BMN masing-masing Kementerian Lembaga karena tidak mempunyai kewenangan untuk menerima pelaporan tentang posisi Barang Milik Negara yang ada pada Kementerian Negara/ Lembaga, sehingga pada saat melakukan penelaahan maka DJA hanya akan melakukan penilaian terhadap rencana strategis Kmenterian/ Lembaga, Standar Barang, Standar Kebutuhan dan Standar Biaya. Kondisi ini tentu saja bisa berakibat pada Perencanaan Kebutuhan BMN yang tidak tepat. Dalam organisasi Kementerian Keungan ada Direktorat Jenderal Kekayaaan Negara yang mempunyai kewenangan dalam Penatausahaan Pelaporan Barang Milik Negara dari Kementerian Negara/ Lembaga, sehingga jika DJKN dilibatkan dalam proses perencanaan ini maka Pengelola Barang bisa benar benar melakukan penelaahan dengan melihat posisi riil BMN yang ada pada Kementerian/Lembaga sehingga kegiatan Perencanaan Pengadaan BMN; Perencanaan Pemeliharaan BMN; Perencanaan Pemanfaatan BMN; Perencanaan Pemindahtanganan BMN; dan Perencanaan Penghapusan BMN dapat berjalan dengan baik. Dikutip dari http://teguhalkhawarizmi.wordpress.com proses perencanaan kebutuhan, selama ini DJKN sama sekali tidak diberi kewenangan apapun untuk menyentuhnya. Implikasinya, tidak ada mekanisme kontrol yang memadai terhadap Kementerian/Lembaga dalam merumuskan barang apa saja yang memang benar-benar Kementerian/Lembaga itu butuhkan. Kondisi demikian bisa berakibat pada terjadinya ketidaktepatan perencanaan kebutuhan yang dirumuskan sendiri oleh Kementerian/Lembaga itu. Ujung-ujungnya, jika kemudian rencana kebutuhan ini dianggarkan, realisasinya menjadi sulit untuk diterapkan_sebagai akibat dari tidak direncanakan dengan matang; atau kalaupun terealisasi, akan berakibat pada terjadinya redundansi barang di kemudian hari.  Hal ini tentu saja akan berdampak pada terjadinya inefektivitas, inefisiensi, dan tidak optimalnya pengelolaan BMN. Dari paparan diatas dapat kita simpulkan bahwa ada baiknya jika aturan tentang perencanaan kebutuhan dan penganggaran BMN ini ada diperbaiki untuk selanjutnya memberikan kewenangan kepada DJKN untuk ikut terlibat dalam proses penelaahan RKBMN atau dalam penelitian RKBMN pada Pengguna Barang bersama- sama dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah pada Kementerian/Lembaga bersangkutan untuk melakukan review terhadap kebenaran dan kelengkapan usulan RKBMN serta kepatuhan terhadap penerapan ketentuan Perencanaan Kebutuhan BMN. 
Ø   Dalam pasal 11 ayat 4 PMK 150 ini juga diaur bahwa Materi mengenai pengadaan BMN yang tertuang dalam Hasil Penelaahan RKBMN dapat mengakibatkan belanja modal dengan mempertimbangkan ketersediaan anggaran,  sehingga meskipun terdapat kebutuhan atas suatu barang tetap harus memperhatikan adanya ketersediaan dana untuk barang tersebut. Sebenarnya perncanaan kebutuhan BMN bisa saja dengan memperhatikan adanya ketersediaan barang pengganti (BMN lain)  sehingga ketika dibutuhkan suatu BMN tertentu maka tidak perlu langsung direncanakan pembeliannya melainkan bisa juga dengan memanfaatkan BMN yang tersedia.

Ø   Adapun kewenangan Penyusunan RKBMN diberikan kepada Kuasa pengguna Barang yang dalam aturan ini di bertanggungjawab untuk menyampaikan RKBMN secara berjenjang misalnya pada instansi vertikal eselon III kemudian mengajukan ke tingkat kanwil baru kemudian di tingkat pusat, sehingga ada kemungkinan tingkat wilayah terjadang langsung mengeksekusi kebutuhan Satuan kerja di bawahnya. Maka dari itu sebaiknya dalam aturan ini dipertegas bahwa yang merencanakan kebutuhan adalah yang benar-benar membutuhkan barang. Sehingga tingkat kanwil tidak bisa merencanakan pengadaan untuk instansi vertikal dibawahnya.

Ø   Untuk Perubahan RKBMN dan atau RKTBMN itu sendiri sebaiknya dibatasi maksimal berapa kali dalam satu tahun sehingga Perencanaan kebutuhan BMN ini tidak akan terpengaruh dengan hal-hal yang tidak terkait penganggaran misalnya pergantian Kepala Kantor yang terkadang berpengaruh pada Kondisi BMN suatu kantor, sehingga tidak ada pergantian peralatan kantor setelah pergantian kepala kantor.

Ø   Dalam aturan perencanaan kebutuhan dan penganggaran ini sebaiknya di atur juga tentang klasifikasi Sumber Daya Manusia yang melakukan Perencanaan sehingga SDM yang mendapat kepercayaan untuk melaksanakan perencanaan benar-benar ahli dan menguasai bidang perencanaan kebutuhan dan penganggaran ini, karena pada kenyataannya tidak semua kepala satker yang biasanya mendapatkan kewenangan sebagai Kuasa Pengguna Barang ini mempunyai pemahaman yang memadai dalam hal pengelolaan Barang Milik Negara.

Ø   Perencanaan kebutuhan dan penganggaran seharusnya dilaksanakan sebaik-baiknya dari awal karena terkait dengan pengadaan Asset tetap / Barang Milik Negara suatu Kementerian/ Lembaga yang tentunya memberikan kontribusi terhadap pelayanan kepada masyarakat, karena BMN yang rencanakan pengadaan maupun pemeliharaannya benar-benar dibutuhkan, sehingga dalam aturan ini juga seharusnya diatur bahwa ketika suatu BMN menjadi kebutuhan suatu instansi maka seharusnya penganggaran terhadap perencanaan kebutuhan ini seharusnya kebal terhadap pemotongan anggaran/ penghematan anggaran.

Ø   Perencanaan kebutuhan dan penganggaran Barang Milik daerah (BMD) berpedoman pada standarisasi sarana dan prasarana kerja pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dan standar harga yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah, sehingga penetapan standar masing – masing daerah berbeda bergantung pada keinginan kepala daerah dan kemampuan manajerial kepala daerah masing-masing.

Demikianlah beberapa titik lemah aturan perencanaan kebutuhan dan penganggaran Barang Milik Negara, kiranya kritik dan saran saya ini dapat menjadi masukan bagi kemajuan pengelolaan Barang Milik Negara. 


sumber :
http://zensiklopedia.blogspot.com/2011/09/perencanaan-kebutuhan-dan-penganggaran.html
www.menpan.go.id/.../117-kedeputian-tatalaksana?...n. 
http://indoinfo.co/2013/08/29/perencanaan-kebutuhan-penganggaran-dan-pengadaan-barang-milik-negara/
http://teguhalkhawarizmi.wordpress.com/2012/01/01/integrasi-perencanaan-kebutuhan-bmn-dan-penganggaran-sebuah-langkah-maju-dalam-pengelolaan-bmn/ 
http://catatansikaswo.wordpress.com/2012/06/07/menuju-perencanaan-kebutuhan-bmn-yang-terintegrasi/ 
 http://widyaguna.blogdetik.com/2010/12/29/perencanaan-dan-penganggaran-bmn-dengan-swot/
http://catatansikaswo.wordpress.com/2012/06/07/menuju-perencanaan-kebutuhan-bmn-yang-terintegrasi/
http://www.sjdih.kemenkeu.go.id/fullText/2014/150~PMK.06~2014Per.HTM
http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/sakd/files/Permendagri%20No.17-2007.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar