Barang Milik
Negara (BMN) yang adalah semua barang
yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Sesuai pasal 48 ayat (2) dan
penjelasan atas pasal 49 ayat (6) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
ruang lingkup pengaturan pengelolaan BMN dalam Peraturan Pemerintah meliputi
dimulai dari : (1) perencanaan kebutuhan dan penganggaran, (2) pengadaan, (3)
penggunaan, (4) pemanfaatan, (5) pengamanan dan pemeliharaan, (6) penilaian,
(7) penghapusan, (8) pemindahtanganan, (9) penatausahaan, (10) pembinaan,
pengawasan, dan pengendalian. Rumusan tersebut merupakan siklus minimal atas
seluruh mata rantai siklus pengelolaan barang milik/kekayaaan negara (asset management cycle). Dari sini
dapat kita lihat bahwa perencanaan kebutuhan
dan penganganggaran BMN merupakan proses paling awal dalam pengelolaan
BMN sehingga jika proses awal ini dilaksanakan dengan baik maka kegiatan
Pengelolaan pada siklus-siklus yang selanjutnya dapat berjalan dengan baik
pula. Perencanaan Kebutuhan BMN adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan
BMN untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang
sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang. Dalam
rangka perencanaan kebutuhan dan penganggaran ini maka di tetapkanlah Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) No.
150/PMK.06/2014 sebagai pengganti PMK No. 226/PMK.06/2011 sebagai dasar dalam
melaksanakan perencanaan kebutuhan atas Barang Milik Negara.
Dalam pelaksanaan
aturan ditemui beberapa celah yang akhirnya mengakibatkan kurang optimalnya
proses perencanaan kebutuhan dan penganggaran sehingga muncul perencanaan
kebutuhan BMN yang tidak matang atau bahkan ada BMN yang akhirnya tidak
dipergunakan sebagaimana mestinya atau bahkan tidak digunakan. Perencanaan
kebutuhan barang milik negara/daerah disusun dalam rencana kerja dan anggaran
kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah setelah memperhatikan
ketersediaan barang milik negara/daerah yang ada dan berpedoman pada standar
barang, standar kebutuhan dan standar harga yang ditetapkan pengelola barang
setelah berkoordinasi dengan instansi atau dinas teknis terkait. Adapun
beberapa hal yang harus dipertimbangkan adalah sebagai berikut :
Ø
Sesuai dengan PMK No. 150/PMK.06/2014 Menteri
keuangan diberi wewenang untuk menjadi Pengelola Barang yang berwenang untuk menelaah
(Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara) RKBMN; menandatangani Hasil Penelaahan
RKBMN; menyampaikan Hasil Penelaahan RKBMN kepada Pengguna Barang; memproses
atau tidak memproses Usulan Perubahan Hasil Penelaahan RKBMN; menandatangani
Perubahan Hasil Penelaahan RKBMN; dan menyampaikan Perubahan Hasil Penelaahan
RKBMN kepada Pengguna Barang. Kewenangan ini selanjutnya dkuasakan kepada Direktur
Jenderal dalam hal ini Direktur Jenderal Anggaran. Disini dapat kita lihat
bahwa kewenangan untuk menelaah dan memberikan persetujuan atas suatu rencana
kebutuhan BMN adalah Direktorat Jenderal Anggaran, meskipun Direkorat Jenderal
Anggaran sendiri belum tentu tahu bagaimana keadan / kondisi / Posisi BMN
masing-masing Kementerian Lembaga karena tidak mempunyai kewenangan untuk menerima
pelaporan tentang posisi Barang Milik Negara yang ada pada Kementerian Negara/
Lembaga, sehingga pada saat melakukan penelaahan maka DJA hanya akan melakukan
penilaian terhadap rencana strategis Kmenterian/ Lembaga, Standar Barang,
Standar Kebutuhan dan Standar Biaya. Kondisi ini tentu saja bisa berakibat pada
Perencanaan Kebutuhan BMN yang tidak tepat. Dalam organisasi Kementerian
Keungan ada Direktorat Jenderal Kekayaaan Negara yang mempunyai kewenangan
dalam Penatausahaan Pelaporan Barang Milik Negara dari Kementerian Negara/
Lembaga, sehingga jika DJKN dilibatkan dalam proses perencanaan ini maka Pengelola
Barang bisa benar benar melakukan penelaahan dengan melihat posisi riil BMN
yang ada pada Kementerian/Lembaga sehingga kegiatan Perencanaan Pengadaan BMN; Perencanaan
Pemeliharaan BMN; Perencanaan Pemanfaatan BMN; Perencanaan Pemindahtanganan
BMN; dan Perencanaan Penghapusan BMN dapat berjalan dengan baik. Dikutip dari http://teguhalkhawarizmi.wordpress.com proses perencanaan
kebutuhan, selama ini DJKN sama sekali tidak diberi kewenangan apapun untuk
menyentuhnya. Implikasinya, tidak ada mekanisme kontrol yang memadai terhadap
Kementerian/Lembaga dalam merumuskan barang apa saja yang memang benar-benar
Kementerian/Lembaga itu butuhkan. Kondisi demikian bisa berakibat pada
terjadinya ketidaktepatan perencanaan kebutuhan yang dirumuskan sendiri oleh
Kementerian/Lembaga itu. Ujung-ujungnya, jika kemudian rencana kebutuhan ini
dianggarkan, realisasinya menjadi sulit untuk diterapkan_sebagai akibat dari
tidak direncanakan dengan matang; atau kalaupun terealisasi, akan berakibat
pada terjadinya redundansi barang di kemudian hari. Hal ini tentu saja akan berdampak pada
terjadinya inefektivitas, inefisiensi, dan tidak optimalnya pengelolaan BMN.
Dari paparan diatas dapat kita simpulkan bahwa ada baiknya jika aturan tentang
perencanaan kebutuhan dan penganggaran BMN ini ada diperbaiki untuk selanjutnya
memberikan kewenangan kepada DJKN untuk ikut terlibat dalam proses penelaahan
RKBMN atau dalam penelitian RKBMN
pada Pengguna Barang bersama- sama dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
pada Kementerian/Lembaga bersangkutan untuk melakukan review terhadap kebenaran
dan kelengkapan usulan RKBMN serta kepatuhan terhadap penerapan ketentuan Perencanaan
Kebutuhan BMN.
Ø
Dalam pasal 11 ayat 4 PMK 150 ini juga diaur
bahwa Materi mengenai
pengadaan BMN yang tertuang dalam Hasil Penelaahan RKBMN dapat mengakibatkan
belanja modal dengan mempertimbangkan ketersediaan anggaran, sehingga meskipun terdapat kebutuhan atas
suatu barang tetap harus memperhatikan adanya ketersediaan dana untuk barang
tersebut. Sebenarnya perncanaan kebutuhan BMN bisa saja dengan memperhatikan
adanya ketersediaan barang pengganti (BMN lain)
sehingga ketika dibutuhkan suatu BMN tertentu maka tidak perlu langsung
direncanakan pembeliannya melainkan bisa juga dengan memanfaatkan BMN yang
tersedia.
Ø
Adapun kewenangan Penyusunan RKBMN diberikan kepada Kuasa pengguna Barang
yang dalam aturan ini di bertanggungjawab untuk menyampaikan RKBMN secara
berjenjang misalnya pada instansi vertikal eselon III kemudian mengajukan ke
tingkat kanwil baru kemudian di tingkat pusat, sehingga ada kemungkinan tingkat
wilayah terjadang langsung mengeksekusi kebutuhan Satuan kerja di bawahnya.
Maka dari itu sebaiknya dalam aturan ini dipertegas bahwa yang merencanakan
kebutuhan adalah yang benar-benar membutuhkan barang. Sehingga tingkat kanwil
tidak bisa merencanakan pengadaan untuk instansi vertikal dibawahnya.
Ø
Untuk Perubahan RKBMN dan atau RKTBMN itu sendiri sebaiknya dibatasi
maksimal berapa kali dalam satu tahun sehingga Perencanaan kebutuhan BMN ini
tidak akan terpengaruh dengan hal-hal yang tidak terkait penganggaran misalnya
pergantian Kepala Kantor yang terkadang berpengaruh pada Kondisi BMN suatu
kantor, sehingga tidak ada pergantian peralatan kantor setelah pergantian
kepala kantor.
Ø
Dalam aturan perencanaan kebutuhan dan penganggaran ini sebaiknya di atur
juga tentang klasifikasi Sumber Daya Manusia yang melakukan Perencanaan
sehingga SDM yang mendapat kepercayaan untuk melaksanakan perencanaan benar-benar
ahli dan menguasai bidang perencanaan kebutuhan dan penganggaran ini, karena
pada kenyataannya tidak semua kepala satker yang biasanya mendapatkan
kewenangan sebagai Kuasa Pengguna Barang ini mempunyai pemahaman yang memadai
dalam hal pengelolaan Barang Milik Negara.
Ø
Perencanaan kebutuhan dan penganggaran seharusnya dilaksanakan
sebaik-baiknya dari awal karena terkait dengan pengadaan Asset tetap / Barang
Milik Negara suatu Kementerian/ Lembaga yang tentunya memberikan kontribusi
terhadap pelayanan kepada masyarakat, karena BMN yang rencanakan pengadaan
maupun pemeliharaannya benar-benar dibutuhkan, sehingga dalam aturan ini juga
seharusnya diatur bahwa ketika suatu BMN menjadi kebutuhan suatu instansi maka
seharusnya penganggaran terhadap perencanaan kebutuhan ini seharusnya kebal
terhadap pemotongan anggaran/ penghematan anggaran.
Ø
Perencanaan kebutuhan dan penganggaran Barang Milik daerah (BMD) berpedoman pada standarisasi sarana dan prasarana kerja
pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dan standar
harga yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah, sehingga penetapan
standar masing – masing daerah berbeda bergantung pada keinginan kepala daerah
dan kemampuan manajerial kepala daerah masing-masing.
Demikianlah beberapa titik lemah aturan
perencanaan kebutuhan dan penganggaran Barang Milik Negara, kiranya kritik dan
saran saya ini dapat menjadi masukan bagi kemajuan pengelolaan Barang Milik
Negara.
sumber :
www.menpan.go.id/.../117-kedeputian-tatalaksana?...n.
http://indoinfo.co/2013/08/29/perencanaan-kebutuhan-penganggaran-dan-pengadaan-barang-milik-negara/
http://teguhalkhawarizmi.wordpress.com/2012/01/01/integrasi-perencanaan-kebutuhan-bmn-dan-penganggaran-sebuah-langkah-maju-dalam-pengelolaan-bmn/
http://catatansikaswo.wordpress.com/2012/06/07/menuju-perencanaan-kebutuhan-bmn-yang-terintegrasi/
http://widyaguna.blogdetik.com/2010/12/29/perencanaan-dan-penganggaran-bmn-dengan-swot/
http://catatansikaswo.wordpress.com/2012/06/07/menuju-perencanaan-kebutuhan-bmn-yang-terintegrasi/
http://www.sjdih.kemenkeu.go.id/fullText/2014/150~PMK.06~2014Per.HTM
http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/sakd/files/Permendagri%20No.17-2007.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar